PG Dikdas, Jakarta – Kebijakan zonasi yang diterapkan sejak tahun 2016 menjadi pendekatan baru yang dipilih pemerintah untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
“Kita menggunakan zonasi mulai dari penerimaan siswa baru, terutama untuk memberikan akses yang setara, akses yang adil, kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi. Karena pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak eksklusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah,” dikatakan Mendikbud.
Zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, namun juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. “Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, kemudian kualitas sarana prasarana. Semuanya nanti akan ditangani berbasis zonasi,” terangnya.
Dijelaskan Mendikbud, kebijakan zonasi juga mendorong kebijakan redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di setiap zona untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya.
Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono pada Workshop dan Evaluasi Program Kemitraan Tahun 2018. Workshop dan Evaluasi Program Kemitraan Tahun 2018 sejalan dengan semangat revolusi industri 4.0 yakni internet of thing. Workshop dan Evaluasi Program Kemitraan Tahun 2018 dilakukan di 9 daerah. Teleconfrence dilakukan oleh Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono untuk menyapa dan menyampaikan pemikiran kepada para guru mitra, kepala dinas pendidikan, siswa.
Praptono yang berada di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, menyapa para guru mitra antara lain di kabupaten Pidie, kabupaten Parigi Moutong, kabupaten Aceh Besar, kabupaten Bangka, kabupaten Belitung, kabupaten Malinau, kabupaten Kapuas.
Dalam kesempatan tersebut Praptono menjelaskan tentang keuntungan kebijakan zonasi.
“Zonasi telah menjadi keputusan bersama. Secara filosofi, zonasi memiliki nilai-nilai kebaikan yang luar biasa. Saya coba inventarisasi minimal ada 4. Pertama, pemenuhan hak pendidikan. Anak-anak yang berdomisili di dekat sekolahan, mereka punya hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat,” kata Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono di kantor Kemdikbud, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Praptono menambahkan kebijakan zonasi mendatangkan manfaat berupa pemerataan mutu sekolah serta efisiensi.
“Yang kedua, kita tidak ingin sekolah yang bermutu hanya tersentralistik di beberapa sekolah. Seluruh sekolah itu mendapatkan pemerataan mutu. Anak yang cerdas bisa belajar bersama-sama kawannya. Guru yang hebat bisa kita ratakan di sekolah-sekolah yang lain. Yang ketiga, kita bicara masalah efisiensi. Baik efisiensi anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Maupun efisiensi pembiayaan yang diberikan oleh para orang tua, terkait dengan penyiapan transportasi,” terang Praptono.
Kebijakan zonasi juga menyentuh prinsip bahwa layanan publik tidak bersifat diskriminatif.
“Yang keempat, ini yang terpenting, bahwa sekolah negeri adalah hak yang harus bisa kita berikan kepada seluruh rakyat Indonesia, seluruh anak Indonesia. Sehingga zonasi ini ada satu semangat untuk menghilangkan diskriminasi,” ungkap Praptono kepada para guru mitra melalui teleconference.
Kebijakan zonasi juga tak melulu tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), melainkan dapat memperbaiki proses pembelajaran dan memperbaiki distribusi guru di sekolah.
“Mendikbud sudah menyampaikan kepada kita bahwa zonasi tidak hanya menjadi ranahnya PPDB, tetapi sekaligus akan dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Caranya bagaimana? Diantaranya adalah melakukan sebaran peserta didik. Anak yang pintar, cerdas, bisa membantu kawannya yang mereka punya hambatan. Jadi ada pembelajaran dengan teman sebaya. Setelah PPDB selesai, bagaimana kita melakukan distribusi guru. Utamanya guru-guru yang berprestasi, guru yang berkemampuan tinggi, mereka bisa kita optimalkan, untuk mengangkat mutu dari sekolah-sekolah yang selama ini kita sebut sekolah yang belum sekolah favorit,” ujar Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono.