Sudah lebih dari setahun ramai digaungkan Merdeka Belajar.
hingar bingar promosi penggunaannya, potret pelajar Pancasilanya hingga Panen Karya serta guru penggeraknya.
Perkenalkan saya Hasriani, seorang guru dari Timur Indonesia tepatnya kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. ini pertama kali saya menulis artikel seringkali saya menuliskan keresahan saya hanya melalui media sosial, tak ada kemampuan saya menulis artikel. Namun beberapa hari yang lalu rekan saya menyarankan untuk menulis di platform ini.
Malam ini ditengah kesibukan pendidikan Guru Penggerak Intensif Angkatan 11 Provinsi Papua Barat, saya menemukan sebuah tontonan yang menarik perhatian saya. Sebuah film pendek yang berjudul "Membicarakan kejujuran Diana". Film yang menceritakan seorang siswi SMA yang Trending di media sosial karena mengungkapkan perasaannya. Dimana ia melepaskan jilbabnya dalam vlog yang ia buat. sehingga menjadi trending, bukan karena opini yang dia sampaikan tetapi karena anak itu melepaskan jilbabnya. Pada pertemuan pihak sekolah dengan kementrian pun nampak perbedaan pendapat antara guru bahasa Indonesia yang memberi tugas kepada ananda Diana dengan Kepala Sekolah. Terlihat kepala sekolah yang tidak ingin dibantah dan menyalahkan gurunya. Meskipun pihak lain justru mendukung guru tersebut. Tak hanya itu, ketika orang tua siswa hadir, justru orang tua menyalahkan sekolah dan berpegang teguh dengan pendapatnya. film pendek itu berakhir dengan Diana yang mengayuh sepeda temannya dengan kencang meninggalkan sekolah dan menyatakan dia telah usai dengan "Mamaknya".
Mari kita cermati.
Pada salah satu Dimensi Profil Pelajar Pancasila adalah Bernalar Kritis, jika melihat kasus "Diana tadi" pendidikan mengharapkan siswa-siswinya mampu mengungkapkan ide-ide cemerlang mereka hingga keresahan-keresahan yang mereka alami.
Berkaca pada daerah saya Kab. Teluk Bintuni terkhusus siswa-siswi SD, kesadaran Bernalar Kritis pada siswa-siswi SD masih sangat rendah. bagaiamana mereka merespon masalah yang diberikan, bagaimana mereka menggali informasi terkait masalah tersebut, hingga bagaimana mencari penyelesaian masalah mereka perlu terus dikembangkan lagi, baik minat ataupun lingkungan pendukungnya.
Seperti Diana, anak-anak teluk masih minim ruang untuk bernalar Kritis, lingkungan mereka belum memberikan dampak positif untuk menyalurkan kemampuan tersebut. Sekolahpun belum mendapatkan kepercayaan mereka untuk sekedar yakin jika mereka mampu berkembang. Bisa jadi penyebabnya karena sarana dan prasaran bahkan guru sebagai penuntunnya, mungkin saja saya termasuk salah satunya.
semoga melalui pendidikan guru penggerak ini saya mampu menjadi guru yang bisa menuntun dan memberi ruang kepada siswa-siswi saya menjadi insan yang mampu berfikir kritis sehingga mencipkan lingkungan yang positif juga untuknya.
Hasriani, S.Pd.,Gr | |
SD Negeri Bintuni | |
Papua Barat, Kab. Teluk Bintuni |