GTK Dikdas, Jakarta - Bertempat di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Kamis (12/3/2020) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) mengelar Diskusi Kelompok Terpumpun Forum Rektor dengan Mendikbud.
Diskusi yang bertajuk “Transformasi Pendidikan Guru untuk Murid Belajar Merdeka” dimoderatori oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Plt. Dirjen GTK), Supriano serta diikuti oleh 17 Rektor dari perwakilan perguruan tinggi seluruh Indonesia.
Sebagai narasumber tunggal Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menekankan pentingnya percepatan kualitas hasil belajar siswa di seluruh Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka Kemendikbud beberapa tahun ke depan akan mendorong hadirnya ribuan Sekolah Penggerak yang mampu mendemonstrasikan kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terutama dari kepala sekolah beserta guru di dalamnya. Sekolah-sekolah ini akan menjadi penggerak untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Nadiem mengatakan untuk mencetak sekolah-sekolah penggerak di seluruh Indonesia, langkah yang dia lakukan adalah memperbaiki pelatihan dan pencetakan guru-guru penggerak. Menurutnya untuk menjadi guru yang lebih baik harus dimentor oleh guru yang lebih baik. Dan untuk menjadi guru yang lebih baik lagi harus mampu mementor guru-guru yang lain.
“Prinsip pertama dasar guru harus dilatih oleh guru-guru lain di dalam sekolah dengan anak-anak. Guru bisa belajar menjadi guru yang lebih baik kalau dia dimentor oleh guru dan diobservasi guru yang lebih baik dari dia. Kedua, guru bisa menjadi lebih baik kalau dia juga mementor guru-guru lain,” jelas Mendikbud Nadiem Makarim.
Dia mengakui untuk melakukan reformasi pendidikan di Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Dia menyebut dibutuhkan waktu sekitar 15 tahun.
Namun, dengan waktu yang singkat menjadi menteri yang tinggal 4,5 tahun lagi, dia ingin fokus dalam dua area. Fokus yang pertama adalah menjadikan kepala sekolah sebagai instructional leader bukan operasional leader.
Oleh karena itu dia akan mengidentifikasi siapa-siapa saja guru penggerak di dalam sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, dan segera menempatkan guru penggerak itu menjadi kepala sekolah. “Kepala sekolah jika tidak mengerti cara mengajar, tidak mungkin kepala sekolah bisa mementor guru-guru yang ada di dalam kelas. Maka kepala sekolah harus menjadi instructional leader bukan operasional leader. Tugas utama kepala sekolah menjadi mentor guru-guru di sekolah untuk menjadi guru yang lebih baik, bukan hanya laporan dan bayar-bayar gaji,” jelas Nadiem.
Fokus area kedua adalah memperbaiki kualitas Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama satu tahun ke depan. Langkah yang akan dilakukan dengan memperketat seleksi untuk masuk Program PPG ini. Yakni dengan mengutamakan motivasi memilih guru sebagai profesi, bukan murni dilihat dari kompetensinya saja.
“Pada proses seleksi akan mementingkan motivasi mareka mengapa dia ingin menjadi guru. Ini akan sangat terlibat dengan guru-guru penggerak. Yang bisa melihat potensi guru penggerak adalah guru penggerak lain. Jadi untuk masuk PPG ada proses baru yang lebih baik yang bisa menyaring motivasi guru bukan kompetensi,” terang menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju.
Mendikbud Nadiem mengatakan yang mengikuti program PPG ini juga semuanya tidak dijamin lulus. Untuk bisa lulus pada program ini akan dinilai oleh guru-guru penggerak. “Lulus PPG itu harus ada praktik di mana observasinya bukan interview tapi dengan mengajar. Jadi selama satu tahun itu emphasize mengajar anak di kelas akan sebesar mungkin,” ujarnya.
Nadiem menambahkan, mengapa butuh sekolah penggerak? Karena di sekolah-sekolah penggerak itu akan menjadi pelatihan dari program PPG. “Jadi teori dalam kelas itu akan dikurangi tapi langsung praktik dan belajar melatih di bawah guru-guru penggerak lainnya akan dibesarkan,” ungkap Mendikbud Nadiem Makarim.