Juara 3 Karya Saya Bagi Pendidikan Tahun 2024
Peningkatan Literasi Guru Pendidikan Dasar Tantangan yang Dihadapi oleh Guru dan Solusinya
Dr. Meliyanti
Literasi di Indonesia
Literasi merupakan salah satu topik bahasan yang sangat penting dalam pendidikan di Indonesia. Sehingga mengetahui dan memahami literasi adalah hal yang paling utama bagi peserta didik. Kini, literasi dipahami sebagai sarana identifikasi, pemahaman, interpretasi, kreasi, dan komunikasi di dunia yang kaya informasi dan cepat berubah. Literasi adalah suatu rangkaian pembelajaran dan kemahiran dalam membaca, menulis dan menggunakan angka sepanjang hidup dan merupakan bagian dari serangkaian keterampilan angka lebih besar, yang mencakup keterampilan digital, literasi media, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan kewarganegaraan global serta keterampilan khusus pekerjaan (UNESCO, 2024). Jadi Literasi bukan hanya sekedar kemampuan baca tulis akan tetapi merupakan kecakapan berpikir yang mengedepankan nalar kritis, kreatif, serta menuntut dan menuntun kemampuan pemecahan masalah melalui aktivitas baca dan tulis. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Vlieghe (2015) bahwa literasi adalah kemampuan untuk dapat memahami hubungan antara suara dan huruf yang ditulis seperti membaca, berkata dan memahaminya. National Institute for Literacy mendefinisikan literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat (Firdaus, 2024). Agar literasi ini dapat dipahami oleh peserta didik, tentunya dibutuhkan pengertian mendalam terhadap konsep dari literasi ini. Dimana konsep ini akan disampaikan oleh Bapak dan Ibu guru di sekolah dalam mengajarkan literasi. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi guru di bidang Literasi sangatlah dibutuhkan.
Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menunjukan penurunan hasil belajar secara internasional akibat pandemik. Dalam kondisi pandemik peringkat Indonesia di PISA naik 5 sampai dengan 6 posisi di bandingkan tahun 2018. Pada Literasi membaca, peringkat Indonesia di PISA 2022 mengalami kenaikan 5 posisi dibandingkan dengan tahun 2018. Akan tetapi perlu di pahami juga bahwa PISA pada tahun 2018 diikuti oleh 79 negara sedangkan pada tahun 2022 diikuti oleh 81 negara, dimana terdapat penambahan jumlah negara yang mengikuti PISA di tahun 2022. Hasil survei PISA yang dirilis pada tahun 2022 ini menunjukan kemampuan literasi penduduk Indonesia berada diperingkat 69 dari 81 negara dan mengalami penurunan skor mejadi 347 yang sebelumnya 397 pada tahun 2018. Disamping itu, berdasarkan hasil rapor pendidikan tahun 2022 yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek menyatakan bahwa hanya satu dari dua siswa Sekolah Dasar (SD) yang memiliki kemampuan literasi minimum dengan presentase 61,53%. Oleh karena itu, Indonesia masih harus terus meningkatkan kemampuan literasi sehingga memberikan hasil yang semakin baik di setiap tahunnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan kemampuan literasi bagi peserta didik melalui program pembinaan guru untuk mengambangkan pembelajaran literasi yang lebih kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah program Gerakan Literasi Sekolah (GLS), akan tetapi menurut Durriyah (2019) bahwa program GLS belum memadai karena guru hanya mempelajari bagaimana mengelola aktivitas membaca secara mandiri selama 15 menit dan literasi hanya dimaknai dengan indikator keberadaan buku di lingkungan sekolah tanpa disertai aktivitas pendampingan dan pemahaman terhadap isi buku bacaan kepada peserta didik.
Berdasarkan fakta tersebut, sejak Tahun 2021 hingga saat ini, Direktorat Guru Pendidikan Dasar (Dikdas) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbudristek melaksanakan program peningkatkan kompetensi guru dalam bidang literasi dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dalam melaksanakan pembelajaran literasi di sekolah kepada para peserta didik melalui program microcredential bidang literasi. Program ini bekerjasama dengan salah satu Universitas di Amerika Serikat yaitu Teacher College, Columbia University yang dianggap sebagai representasi penyelenggara pembelajaran literasi terbaik di Dunia. Selain itu, Direktorat Guru Dikdas juga melaksanakan bimbingan teknis literasi dan menyediakan buku seri literasi serta mendukung program pelatihan literasi lain seperti penyediaan Buku Bacaan Bermutu. Pemerintah juga telah memberikan tunjangan guru dengan salah satu tujuannya adalah untuk digunakan dalam peningkatan kompetensi guru yang tentunya dapat dipergunakan dalam bidang pembelajaran literasi. Akan tetapi pada praktek dalam mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh khususnya dalam bidang literasi, para guru masih mengalami tantangan.
Tantangan yang di hadapi oleh guru
Berdasarkan temuan kajian yang dilakukan oleh Kajian Pusat Studi Kebijakan (PSKP) Kemedikbudristek tahun 2024 bahwa diperlukannya kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan daerah dalam mensukseskan program peningkatan literasi di sekolah. Selain faktor sarana dan prasarana, kompetensi guru serta kebiasaan membaca siswa. Rendahnya dukungan yang didapatkan guru yaitu dukungan operasional berupa visi kepimpinan sekolah serta dukungan pemangku kepentingan daerah berupa kebijakan dan regulasi. Hal ini diperkuat juga dengan survei yang telah dilaksanakan oleh Tim Literasi Direktorat Guru Dikdas pada tahun 2024 terhadap guru alumni dan non alumni program microcredential literasi yang menunjukan hasil bahwa mereka juga mengalami tantangan karena kurangnya dukungan dari kepala sekolah serta pemangku kepentingan daerah. Lebih jauh lagi survei ini juga memberikan gambaran bahwa program literasi yang disampaikan oleh guru kurang mendapatkan dukungan masyarakat terutama orangtua peserta didik. Guru sebagai responden menyepakati bahwa kualitas proses pembelajaran yang dapat meningkatan kecakapan literasi peserta didik membutuhkan dukungan dari warga sekolah terutama orangtua, pemangku kepentingan daerah dan kepala sekolah. Meliyanti, dkk., (2021) mengatakan bahwa literasi keluarga merupakan salah satu langkah preventif menyiapkan sumber daya manusia yang kompetitif di masa depan, sehingga setiap orangtua harus mulai belajar memahami dan mempelajari berbagai hal serta mendorong aktivitas yang mendukung kemampuan literasi anak sejak dini. Selain itu, kepala sekolah sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta didik (Kartini dan Yuhana, 2019). Literasi juga perlu dukungan dan upaya sinergi dari Pemerintah Daerah (Kemdikbudristek, 2022 dan Purpernas, 2023). Apabila guru tidak mendapatkan dukungan dari pihak-pihak tersebut, maka hal ini akan menghambat guru dalam mengimplementasikan pembelajaran literasi di sekolah.
Strategi pembelajaran literasi yang sedang dikembangkan pada Kemendikbudristek saat ini, telah membuat suatu perubahan yang lebih mengedepankan kepada konsep dan pemahaman terhadap pembelajaran literasi terutama bagaimana para guru dapat membantu peserta didik agar mampu berfikir kreatif dan kritis mengenai teks yang terdapat di sekitarnya. Literasi tidak hanya dimaknai sebagai aktivitas mengeja/membaca dengan fasih serta keterampilan menulis yang mekanistis. Literasi adalah kemampuan dan praktik seseorang memahami, menganalisis, merefleksi informasi dalam teks, membuat koneksi antarinformasi, serta menyajikan gagasan secara terstruktur, analitis, kreatif, dan imajinatif. Literasi juga mencakup kemampuan memahami pesan dalam tanda-tanda nonlinguistik lainnya, seperti gambar, gestur, bunyi, alam, dan lainya. Jadi Literasi bukan sekedar suatu program atau kegiatan. Guru masih memiliki tantangan dalam memberikan pemahaman terhadap miskonsepsi bidang literasi yang sering terjadi selama ini. Hal inilah yang perlu dipahami oleh para pemangku kepentingan, masyarakat terutama orangtua serta kepala sekolah.
Strategi Perubahan
Perubahan pemahaman dalam penerapan pembelajaran literasi tentunya membutuhkan pendekatan partisipatif para pemangku kepentingan. Weiner (2009) mengungkapkan bahwa suatu institusi mengalami kegagalan dalam melaksanakan suatu perubahan dikarenakan mereka gagal dalam melaksanakan kesiapan terhadap suatu perubahan. Sementara itu Smith (2005) juga menjelaskan bahwa kunci perubahan adalah orang-orang yang merupakan sumber dan alat dari suatu perubahan, dimana orang-orang tersebut dapat mendukung atau tidak mendukung perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk melihat kesiapan dari orang-orang tersebut dalam melaksanakan perubahan (Meliyanti, 2015).
Tiga Langkah dari model perubahan yang dilakukan oleh Lewin adalah Unfreezing, Movement/Change dan Refreezing. Berikut adalah gambar dari grafik perubahan oleh Lewin’s (2008).
Gambar 1. Grafik Perubahan
Sumber: (Robbins et al 2008, p.655)
Guru dapat menggunakan tiga langkah Lewin dalam menghadapi kendala seperti kurangnya dukungan dari pemangku kepentingan, masyarakat, orang tua dan kepala sekolah pada penerapan literasi di sekolah.
Langkah pertama adalah Unfreeze (mencairkan) membuat lingkungan yang siap untuk suatu perubahan. Guru dapat membangun kesadaran yaitu mengidentifikasikan masalah dalam literasi dan membuat semua pihak yang terkait seperti masyarakat, orangtua, pemangku kepentingan dan kepala sekolah menyadari pentingnya perubahan dalam pembelajaran literasi. Guru meningkatkan motivasi dan kesiapan untuk perubahan dengan memberikan gambaran terhadap manfaat yang akan diperoleh dan apa yang bisa terjadi jika perubahan tidak dilakukan, mendiskusikan kekhawatiran dan ketakutan yang mungkin dimiliki tentang perubahan yang akan terjadi. Contoh penerapan dalam dalam mencairkan penerapan konsep literasi baru dengan melakukan survei atau penilian awal untuk menunjukan tingkat literasi peserta didik yang rendah, memperkenalkan kisah sukses dari sekolah yang berhasil meningkatkan kompetensi literasi peserta didik dengan pemahaman literasi baru ini.
Langkah kedua adalah Change (mengubah) adalah proses perubahan itu sendiri. Guru mengimplementasikan strategi dalam menerapkan metode dan strategi baru untuk mengajarkan literasi yang lebih efektif. Guru juga memantau kemajuan dan memberikan umpan balik yang konstruktif untuk memastikan bahwa strategi yang diterapkan adalah efektif. Contoh penerapannya adalah melibatkan orangtua dalam proses pembelajaran melalui kegiatan di rumah yang mendukung pengembangan literasi. Memperkenalkan bahan ajar dan sumber belajar baru yang lebih menarik dan relevan bagi siswa.
Langkah ketiga adalah Refreeze memastikan bahwa perubahan telah menjadi bagian dari sistem dan budaya sekolah. Guru memasukan praktik baru ke dalam pembelajaran dan memastikan perubahan tersebut menjadi standar baru. Memperkuat budaya pembelajaran yang mendukung literasi melalui penghargaan, perayaan dan pengakuan. Melakukan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan bahwa hasil yang diinginkan tercapai dan membuat penyesuaian jika diperlukan. Contoh penerapannya adalah menetapkan sistem pemantauan dan evaluasi regular untuk mengukur kemajuan dan membuat penyesuaian yang diperlukan serta merayakan keberhasilan untuk memotivasi semua pihak terkait.
Contoh kasus perubahan
Salah satu contoh studi kasus perubahan yang telah sukses dilakukan adalah apa yang telah dilakukan oleh Negara Finlandia. Finlandia telah melaksanakan program perubahan di Sekolah Dasar nya. Finlandia dikenal dengan sistem pendidikan yang unggul termasuk dalam literasi. Mereka mengadopsi pendekatan holistik dalam pendidikan yang memperhatikan kebutuhan individu setiap siswa, mengintegrasikan teknologi kedalam pembelajaran dan menekankan pentingnya keterlibatan orangtua (Ledbetter dkk, 2017).
Dalam proses Unfreeze, Finlandia menyadari pentingnya mengubah pendekatan pendidikan untuk mempertahankan standar pendidikan yang tinggi. Mereka melakukan ini dengan penelitian dan diskusi nasional tentang praktik baik dalam pendidikan (Niemi dkk, 2014). Dalam proses Change, implementasi pendekatan pembelajaran baru yang lebih fokus kepada siswa dengan melatih guru untuk menggunakan metode pengajaran inovatif dan teknologi terkini (Vahtivuori Hanninen dkk, 2014) dan proses Refreeze, bahwa reformasi pendidik yang dilakukan Finlandia telah diperkuat melalui kebijakan pendidikan, pengembangan profesional guru berkelanjutan dan penilaian yang berorientasi pada proses (Lavonen, 2016).
Sedangkan contoh kasus perubahan yang telah dilakukan Kemendikbudristek dalam pembelajaran literasi adalah dengan adanya program microcredential literasi. Dalam program microcredential literasi ini, dalam tahap Unfreeze, guru diberikan pemahaman baru tentang pembelajaran literasi. Selanjutnya pada tahap Change, guru berusaha untuk mengimplementasikan pembelajaran yang sudah diperoleh dan pada tahap Refreeze, guru mulai berusaha untuk memastikan bahwa pembelajaran literasi dengan pemahaman baru sudah dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya.
Perlu dipahami juga bahwa dalam mencaikan situasi perubahan terhadap pihak-pihak yang masih menolak adanya perubahan dalam pembelajaran literasi adalah dengan memberikan contoh kekuatan terhadap program microcredential tersebut seperti hasil yang ditemukan oleh Meliyanti dan Aryanto (2023) bahwa pembelajaran literasi yang diperoleh dari program Microcrendential Literasi dengan Teacher College adalah guru dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan terkait pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran literasi yang diterapkan oleh Teacher College. Program ini terbukti dapat meningkatkan pemahaman guru terkait literasi dengan indikator peningkatan hasil tes dengan skor rata-rata 80 setelah mengikuti microcredential.
Penutup
Tiga langkah Lewin sebagai salah satu strategi dalam menghadapi tantangan dalam perubahan pada pembelajaran literasi dengan pemahaman baru dapat menjadikan alat bantu bagi guru dalam memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan, kepala sekolah bahkan orangtua. Pada akhirnya sebagai seorang guru hendaklah menjadi teladan bagi peserta didik, guru dapat memberikan bantuan, dorongan moral, dan semangat kepada peserta didik, sehingga mereka dapat belajar secara mandiri, seperti semboyan yang disampaikan oleh Bapak Ki Hajar Dewantara, yaitu: Ingarso sungtulodo, Ing madyo mangunkarso, dan Tutwuri handayani. Maka dari itu, tantangan apapun yang dihadapi oleh guru dapat diatasi dan mendapat solusi terbaik dalam menjalankannya untuk dapat meningkatkan kompetensi literasi peserta didik yang berimplikasi terhadap peningkatan nilai PISA Indonesia.
Daftar Pustaka
Durriyah, T.L. (2019) “If We Don’t Include Literature, Where Do We Teach Our Students From?” An Effort to Introduce Childhren’s Literature to Indonesian Preservice Teachers, Reading Horizon: A Joural of Literacy and Language Arts.
Firdaus, FM (2024) “Integrasi Pengajaran Literasi dan Numerasi pada Jenjang SD”, Bahan paparan.
Kajian Pusat Studi Kebijakan Pendidikan (PSKP) (2024)., “Kondisi Satuan Pendidikan dari Kajian Pemulihan Pembelajaran”, Kemendikbudristek.
Kartika, D., dan Yuhana (2019), “ Peran Kepala Sekolah Dalam Mensukseskan Program Literasi”, Jurnal Manajemen, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.
Kemendikbudristek (2023), “PISA 2022 dan Pemulihan Pembelajaran di Indonesia”, Bahan Paparan Mendikbudritek.
Kemendikbudristek (2022), dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/09/pentingnya-sinergi-dan-kolaborasi-antarpemangku-kepentingan-dalam-pembudayaan-literasi.
Kemendikbudristek (2023). “Rapor Pendidikan Indonesia Tahun 2023”. Merdeka Belajar [Internet], dari: https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/login.
Lavonen, J (2016), “Educating Professional Teachers Through The Master’s Level Teacher Education Program in Finland. Https://doi.org/10.13042/Bordon.2016.68204.
Ledbetter, N.L., Ferguson, J., and Timmons, L/S (2017), “Finland: An Exemplary STEM Educational System. Transformation, 3,4.
Literacy definition (2004), dari https://uis.unesco.org/node/3079547
Meliyanti (2015), “Readiness for Change: The Case Performance Management in The Ministry of National Education”, University of Canberra, Australia.
Meliyanti dan Ariyanto (2023) “Indonesian Government Policy: Learning Literacy at Teacher College Columbia University”, Journal of Professional Elementary Education.
Meliyanti, Raraswati, P., Hidayat, D.N., Aryanto., (2021), “Kajian Literature: Perkembangan Literasi dan Numerasi di Lingkungan Keluarga”, Jurnal Pendidikan tambusai.
Niemi, H.M., Multisilta, J., Lipponen, L and Vivitsou, M (2014), “ Finish Innovations and Technologies in Schools”. Springer Link.
OECD. PISA 2022 Results (Volume II): “Learning During – and From – Disruption [Internet]”. Vol. II, OECD Publishing. 2023. 119–120 p. dari: https://doi.org/10.1787/a97db61c-en.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2023, dari
https://www.perpusnas.go.id/berita/upaya-peningkatan-literasi-perlu-dukungan-pemda.
Robbins, Judge, Millet and Marsh (2008), “ Organizational Behaviour. 5Th ed.Person Education Australia.
Smith (2005), “Achieving Readiness for Organizational Change”, Library Management.
Syaputri, .E (2021) “5 Prioritas Kebijakan Pendidikan untuk Memajukan Pembelajaran di Indonesia” dari https://smeru.or.id/id/article-id/5-prioritas-kebijakan-pendidikan-untuk-memajukan-pembelajaran-di-indonesia.
Survei Tim Literasi Direktorat Guru Pendidikan Dasar (2024), “Persepsi Guru Tentang Tantangan yang Mereka Hadapi”.
UNESCO (2024) dari https://www.unesco.org/en/literacy/need-know#:~:text=Literacy%20empowers%20and%20liberates%20people,on%20health%20and%20sustainable%20development.
Vahtivouri-hanninen, S., Jalinen, I., Niemi, H.M., Lavonen, J., and Lipponen, L. (2014), “A New Finish National Core Curriculum for Basic Education (2014) and Technology as an Integrated Tool for Leaning”, https://doi.org//10.1007/978-94-6209-749-0-2.
Vlieghe, J. (2015), “Traditional and digital literacy. The literacy hypothesis, technologies of reading and writing, and the ‘grammatized’ body”, Tailor&Francis.
Weiner, B.J., (2009), “A Theory of Organizational Readiness for Change. Implementation Science, 4, 67.