oleh: Asep Kiki Marjuki
Pokja Data, Publikasi dan Komunikasi
dalam Lomba Literasi Guru Dikdas
Sesosok ibu paruh baya dengan baju kemeja putih bawahan rok hitam itu sudah duduk di depan ruang ujian dengan penuh harap cemas, padahal waktu masih menunjukkan pukul 06.15 WITA masih terlalu pagi apabila ujian akan dimulai pukul 08.00 WITA, wajahnya terlihat masih lelah terlihat dari kelopak matanya yang mencoba untuk menutup beberapa saat.
“Bapak dari Kemdikbud ya?” ucapan itu terdengar lirih diucapkan oleh ibu itu, “Iya, loh ibu bisa tau kalau saya dari Kemdikbud?” saya mencoba untuk merespon dan membuka percakapan.
“Iya tau dilihat dari seragamnya pak” Ibu itu menjawab sambil menujuk ke seragam yang saya kenakan, kebetulan saya sebagai petugas pusat yang melakukan pengawasan pada hari itu. “Gimana ada yang bisa dibantu Bu?” saya mencoba untuk memancing supaya ibu itu bisa bercerita. “Enggak, Ibu hanya ingin menyampaikan terima kasih karena dengan pembukaan seleksi PPPK ini ada harapan buat ibu yang sudah mengabdi puluhan tahun untuk diangkat derajatnya menjadi seorang ASN” tuturnya dengan penuh harap, “Walaupun ibu tau belum tentu lulus karena saingannya juga berat-berat banyak anak muda dan yang lebih jago komputernya” tambahnya.
“Tapi ibu berikhtiar walaupun ibu harus menyeberang pulau untuk sampai ke lokasi ini dengan menggunakan sampan (sejenis perahu kapal) selama 1 jam dan baru sampai disini larut malam tapi tidak mengurangi tekad ibu untuk mengikuti ujian ini, karena ibu yakin namanya rezeki tidak akan tertukar” harapnya dengan mata yang berbinar.
Seketika saya sebagai petugas pusat tidak bisa berkata-kata seolah tersedak di tenggorokan menahan keharuan, “Ibu terlihat masih capek, kira-kira ibu yakin akan bisa ikut ujian pagi ini?” saya mencoba bertanya ke ibu itu. “Ibu yakin, kalau ibu tidak ikut sia-sia perjuangan ibu datang ke lokasi ini, dan ibu yakin apabila takdir mengatakan ibu tidak bisa menjadi ASN PPPK, hal tersebut tidak menyurutkan tekad ibu untuk tetap mendidik anak-anak di dusun (sebutan kampung disana) untuk bisa menjadi orang yang berguna sehingga dapat membangun daerahnya” tutur ibunya dengan sangat yakin, “Alhamdulillah, semoga ibu diberikan kekuatan untuk bisa menyelesaikan tahapan ujian ini” tambah saya mencoba untuk menguatkan ibu tersebut untuk semakin optimis.
Ibu yang selanjutnya diketahui bernama Nurhayati berasal dari SDN Sikeli, sekolah yang berada di kecamatan Kabaena Barat, sebuah pulau yang terpisah dari daratan di pulau Sulawesi yang masih menjadi daerah Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Dari sepenggal percakapan di atas saya mencoba untuk merenungi dan mendalami begitu berharganya harapan dari semua guru honorer yang ada di negeri ini untuk diangkat derajatnya menjadi abdi negara (ASN PPPK), apabila ditakdirkan lulus hal tersebut merupakan suatu kebanggan bahwa pengabdian yang selama ini dilakukan walaupun dengan gaji pas-pasan dapat pengakuan yang lebih dari negara ini.
Kenapa harus ada Seleksi PPPK?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sering ditanyakan oleh guru-guru honorer diluaran sana, “Kenapa harus ada seleksi?, Kenapa tidak diangkat otomatis saja sebagai ASN?, dan lain sebagainya”.
Kuncinya adalah bahwa dengan seleksi ini Kemdikbud mengharapkan terciptanya guru profesional dengan kompetensi yang unggul sebagaimana dikutip dari https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/keuntungan-guru-pppk, peningkatan kapasitas dan kesejahteraan pendidik menjadi salah satu perhatian utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kebijakan Merdeka Belajar. Guru profesional berperan penting dalam proses transfer pengetahuan, baik dalam hal kompetensi maupun karakter peserta didik.
“Guru profesional dengan kompetensi unggul menjadi kunci terlaksananya pendidikan berkualitas. Ketersediaan dan penjaminan kesejahteraan guru profesional merupakan tugas pemerintah,” disampaikan Mendikbudristek saat memberikan sambutan secara virtual pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian Tahun 2021, Kamis (1/7/2021).
Lebih lanjut, Mendikbudristek menjelaskan bahwa dengan standar kurikulum yang berlaku saat ini, Indonesia membutuhkan lebih dari 2,2 juta guru. Namun, di lapangan hanya tersedia sekitar 1,3 juta guru aparatur sipil negara (ASN) yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
“Sehingga, kita masih kekurangan sekitar 900 ribu guru ASN di sekolah negeri, bahkan jika memperhitungkan jumlah guru ASN yang pensiun tahun ini, kita membutuhkan lebih dari 1 juta guru,” terang Menteri Nadiem.
Untuk mengatasi kekurangan guru, pemerintah membuka perekrutan guru Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Seleksi Guru PPPK ini diselenggarakan bersama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta pemerintah daerah.
Seleksi guru PPPK diatur dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 28 Tahun 2021. Dukungan alokasi gaji guru PPPK telah dipastikan Kementerian Keuangan melalui dana alokasi umum (DAU). Kemudian, Kemendagri memastikan anggaran gaji bagi guru PPPK yang terpilih dialokasikan oleh pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selanjutnya, proses pengusulan formasi disampaikan oleh masing-masing pemerintah daerah. Adapun seleksi ASN dilaksanakan oleh BKN.
“Dengan adanya program ini, pemerintah membantu bapak/ibu guru honorer yang telah mengabdi di sekolahnya selama bertahun-tahun dan sudah melewati batas usia persyaratan ujian seleksi CPNS,” tutur Menteri Nadiem.
Mendikbudristek menyampaikan beberapa perubahan positif yang ingin dicapai dengan rekrutmen guru PPPK. Pertama, perubahan status dari honorer ke ASN PPPK akan membawa jaminan kesejahteraan ekonomi bagi guru, yang meliputi gaji dan tunjangan profesi. Kedua, perubahan status akan memungkinkan lebih banyak guru mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan sertifikasi. Peningkatan kompetensi ini sangat penting untuk jaminan ekonomi dan karier jangka panjang guru, serta kualitas pengajaran yang diterima oleh siswa.
Sosok Guru ASN PPPK yang Diimpikan
Nurhayati mungkin mewakili harapan dari ribuan guru honorer negeri ini bahwa harapan untuk diangkat menjadi ASN PPPK ini bukan menjadi angan-angan semata, keuntungan menjadi ASN PPPK selain adanya perubahan jaminan kesejahteraan tentu saja dapat meningkatkan kompetensi dan jenjang karier juga.
Untuk menjadi guru profesional tentu tidak hanya pengabdian saja yang layak untuk dikedepankan, tetapi kemampuan lain pun harus dipunyai oleh Guru Dikdas yang telah lolos dalam ASN PPPK seperti dapat meningkatkan kompetensi diri dalam melakukan pembelajaran di kelas serta bisa melakukan transformasi pembelajaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh guru.
Hal tersebut juga dirasakan oleh cerita yang disampaikan oleh salah seorang guru yang sudah lolos dalam ASN PPPK yaitu Ibu Siti Ratma Suryani guru dari SMP Negeri 5 Lingsar Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat dalam salah satu kesempatan webinar Sapa GTK Episode 8 yang disiarkan langsung di YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI, Rabu (5/10/2022).
Siti menilai komitmen pemerintah dengan adanya Seleksi PPPK Guru ini disambut gembira dan senang. Karena hal ini sudah ditunggu sejak lama untuk menjadi seorang aparatur sipil negara (ASN) dan mendapat kejelasan status termasuk honor atau gaji setiap bulan. "PPPK bisa memperoleh kesejahteraan yang lebih baik. Sebelumnya guru honorer sangat kurang dalam kesejahteraannya. Hanya bisa membeli kuota dan transportasi tapi karena rasa cinta dunia pendidikan yang bikin semangat dalam mendidik generasi penerus bangsa," imbuhnya.
Selain bertambah kesejahteraan dia menilai bahwa guru adalah ujung tombak dari kurikulum. Guru adalah pemain inti, karena apapun kurikulumnya, guru profesional yang menuntun murid mencapai tujuannya. "Guru bisa meningkatkan kompetensi diri dalam melakukan pembelajaran di kelas. Transformasi guru dimulai dari diri masing-masing sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki guru yakni kemandirian, mengembangkan diri dan mengembangkan orang lain, reflektif, inovatif, kolaborasi dan nilai keberpihakan kepada siswa," tambahnya.
Dari kisah Ibu Nurhayati dan Ibu Siti diatas, terlihat begitu besarnya harapan semua guru honorer untuk diangkat menjadi ASN PPPK, selain menambah kesejahteraan tentu saja ada peningkatan dalam hal kompetensi dan peningkatan karier dari guru yang bersangkutan.
Walaupun pada kenyataannya di lapangan seleksi PPPK ini tidak berjalan dengan mulus, seperti keterbatasan pada peserta yang sudah berumur dan merasa kesulitan dalam mengoperasikan komputer, serta guru honorer yang lulus passing grade tetapi belum mendapatkan formasi, dan lain sebagainya.
Tetapi seperti apa yang diharapkan oleh Menteri Nadiem Makarim bahwa sosok guru yang berstatus ASN PPPK ini diharapkan tidak hanya bertambah kesejahteraannya tetapi dengan menyandang status ASN maka guru tersebut dapat menjadi guru yang profesional dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dengan maksimal, di tengah era globalisasi dan teknologi sekarang ini yang segalanya sudah terbuka dan menembus ruang batas dan waktu, Guru ASN PPPK diharapkan dapat memberikan transformasi pembelajaran di kelas yang berpihak pada siswa.
Ada pesan yang menyentuh pada saat perbincangan terakhir dengan ibu Nurhayati, “Tolong sampaikan kepada petingi-petinggi di atas, seandainya ibu tidak lolos pada kesempatan seleksi ini, mohon pemerintah tetap memperhatikan keberadaan kami, karena ketersediaan guru di daerah sangat sedikit sedangkan siswa disana tidak mungkin kami tinggalkan begitu saja”
Dari perbincangan tersebut saya mencoba mengambil hikmah bahwa sosok Guru Dikdas yang berstatus ASN PPPK yang diharapkan adalah seperti sosok Nurhayati ini, beliau dengan segala keterbatasan mau dan mampu untuk mengajar di sebuah dusun sebuah pulau yang jauh dari pusat pemerintahan mendidik siswanya supaya dapat berguna buat daerahnya kelak, hal tersebut tentu diiringi dengan sebuah keinginan dan pengakuan dari negara ini, dan Harapan itu bernama status ASN PPPK.