PG Dikdas, Jakarta – Berdasarkan teori para sosiolog, manusia dibagi dalam sejumlah generasi. Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z merupakan ceruk-ceruk pembagian tersebut.
Pada 2012, ketika jurnalis Bruce Horovitz mengenalkan Generasi Z, rentang umur yang digunakan masih belum jelas. Tapi istilah itu mulai sering dipakai usai presentasi dari agen pemasaran Sparks and Honey viral pada 2014. Di sana, rentang umur yang dipakai mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995 hingga 2014.
Generasi Z dikenal sebagai karakter yang lebih tidak fokus dari milenial, tapi lebih serba-bisa; lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, lebih wirausahawan, dan tentu saja lebih ramah teknologi.
Lalu bagaimanakah tips bagi guru untuk menghadapi generasi Z? Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono berharap guru dapat menjadi pendengar yang baik akan segala cerita peserta didik.
“Guru kita harus menjadi guru yang sangat terbuka. Guru kita harus bisa menjadi pendengar yang baik, juga bisa memberi solusi terhadap persoalan, terhadap keinginan dari para peserta didiknya. Sekarang kita tidak hanya cukup dengan guru yang pintar, tapi kalau dia tidak bisa bergaul secara baik dengan anak-anak juga tidak akan optimal untuk membantu anak-anak kita,” kata Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono.
“Yang kedua, saya sangat berharap kepada guru-guru di Indonesia jangan pernah berhenti belajar. Meskipun kita sudah S1, tapi dunia ini pergerakannya cepat, perubahan yang terjadi di masyarakat itu harus mampu kita ikuti,” imbuhnya.
Peran pendidikan dalam hal ini tak sekadar mengurai permasalahan kekinian, melainkan menyiapkan sumber daya manusia andal untuk tahun-tahun mendatang.
“Apalagi pendidikan menyiapkan satu generasi untuk mengantisipasi kehidupan di masa yang akan datang. Hari ini kalau dunia pendidikan kita hanya menyelesaikan masalah untuk hari ini, maka ketika anak-anak lulus, masalah dia sudah berbeda. Karakter seorang guru itu harus futuristik. Dia harus tahu 20 tahun yang akan datang anak-anak itu eranya mau seperti apa. Tugas pendidikan adalah menyiapkan anak-anak agar mampu, kuat dengan dunia dia di 20 tahun yang akan datang,” terang peraih gelar Doktor Bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta.