GTK Dikdas - Bagaimana Haji Agus Salim, Pejuang kemerdekaan Indonesia, mendidik langsung tujuh dari delapan anaknya melalui homeschooling? Dalam buku Menyingkap Tirai Sejarah (Gramedia, 2012) yang ditulis sejarahwan, Asvi Marwan Adam, diceritakan, Agus Salim tidak menentukan jam belajar dan bermain kepada anak-anaknya.
Setiap ada kesempatan, ia menggunakannya untuk mendidik mereka. Ia paham betul cara untuk membuat anaknya selalu ingin tahu dan mengajarkan di mana mereka bisa memuaskan keingintahuan itu, yaitu membaca buku.
Agus Salim memberikan ruang kepada anak-anaknya untuk bertanya, mengkritik, bahkan membantah jika tak sependapat asalkan dengan alasan yang tepat. Ia selalu merangsang anak-anaknya untuk tidak hanya menerima pelajaran begitu saja, tapi juga memiliki daya kritis.
Berikut pola asuh ala "homeschooling" yang diterapkan Agus Salim.
Tidak menentukan waktu
Agus Salim tidak menentukan jam belajar dan bermain kepada anak-anaknya. Setiap ada kesempatan, ia gunakan untuk mendidik mereka. Ia paham betul cara untuk membuat anaknya selalu ingin tahu dan mengajarkan di mana mereka bisa memuaskan keingintahuan itu, yaitu membaca buku.
Demokratis dan kritis
Dikutip dari laman resmi forum Sahabat Keluarga Kemendikbud, Agus Salim memberikan ruang kepada anak-anaknya untuk bertanya, mengkritik, bahkan membantah jika tak sependapat asalkan dengan alasan yang tepat. Ia selalu merangsang anak-anaknya untuk tidak hanya menerima pelajaran begitu saja, tapi juga memiliki daya kritis.
Nampaknya hal itu sesuai dengan karakter Agus Salim yang dikenal sebagai sosok vokal, jago debat, dan memiliki pengetahuan luas sehingga berjuluk singa podium. Bahkan, wakil presiden saat itu, Mohammad Hatta menjulukinya Salim op zijn best (Salim adalah orang hebat dan terbaik).
Menyenangkan tapi mendidik
Karena itu, Agus Salim mewajibkan seluruh anak-anaknya mengikuti pelajaran yang ia berikan setiap hari. Pelajarannya mencangkup baca-tulis, bahasa, budi pekerti, dan agama.
Metode pengajarannya sangat menyenangkan tapi tetap mendidik. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung diajarkan secara santai, seolah-olah seperti sedang bermain. Sedangkan nilai-nilai budi pekerti, pelajaran sejarah, dan materi ilmu sosial lainnya diberikan melalui bercerita dan obrolan sehari-hari.
Pendidikan karakter
Agus Salim tak semata-mata mengutamakan kepintaran anak-anaknya, namun juga memperhatikan pertumbuhan jiwa mereka. Ia bersama istrinya tak ingin anak-anak terkekang oleh kehendak orangtua.
Siti Asiah, salah seorang putri Agus Salim, menuturkan, ayah dan ibunya mengajarkan anak-anaknya secara bergantian dan berlangsung sambil bermain atau ketika sedang makan.
Salah satu model pembelajarannya, ayah dan ibunya sering menyanyikan lagu-lagu yang liriknya diambil dari karya sastrawan dunia. Selain itu, ayahnya juga pandai bercanda, sehingga bisa memikat dan tak membosankan.
Baca, baca dan baca
Dalam buku Bunga Rampai dari Sejarah, Bulan Bintang, 1972 yang ditulis Mohammad Roem, disebutkan, salah satu kebiasaan menyenangkan sekaligus mencerdaskan diterapkan Agus Salim di keluarga adalah membaca.
Ia menyediakan banyak buku berbahasa asing. Hasilnya, kecerdasan anak-anak Salim berkembang pesat. Di usia, balita mereka sudah lancar baca-tulis dengan banyak bahasa.
Roem pernah takjub dan terheran-heran saat berbincang-bincang dengan Dolly dan Totok. Keduanya yang saat itu masih usia dibawah 15 tahun, mampu meladeninya saat berdebat tentang pengetahuan yang diajarkan di sekolah tingk