GTK Dikdas - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim memastikan Ujian Nasional (UN) pada 2021 akan ditiadakan. Mendikbud telah menyiapkan pengganti UN yang disebut dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Menurut Nadiem, konsep ini merupakan penyederhanaan dari ujian nasional yang begitu kompleks. Konsep yang digunakan adalah asesmen yang mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan para siswa. Materi yang dinilai adalah literasi dan numerasi.
Untuk para guru, khususnya sekolah dasar, dalam seri webinar yang ditayangkan di YouTube dengan judul “Asesmen: Menakar Indikator Keberhasilan KBM Pada Masa Pandemi Covid-19”, Zul Arsiah dari Pusat Asesmen dan Pembelajaran telah menjelaskan dengan detail bagaimana merancang asesmen.
Menurut Arsiah, untuk merancang asesmen tidak akan lepas dari kompetensi dasar (KD). Kompetensi dasar ini berisikan tentang konten, konteks, level kognitif dan level pengetahuan.
“Sebelum guru memulai pembelajaran, guru harus memilih kompetensi dasar yang akan dijadikan landasan untuk melakukan pembelajaran,” kata Arsiah.
Berbicara tentang asesmen dari kompetensi dasar, karena guru ingin mengembangkan asesmen yang akan dibuat, dibutuhkan kisi-kisi asesmen. Kisi-kisi asesmen ini, sambungnya, berisikan tentang tujuan asesmen, konten yang terdapat dalam kompetensi dasar, indikator ketercapaian, bentuk tugas yang diberikan, teknik.
“Teknik ini seperti tes tertulis, kinerja, portofolio dan sebagainya. Dan ketika kita membuat kisi-kisi asesmen akan menghasilkan instrumen asesmen,” tuturnya.
Instrumen yang digunakan untuk asesmen harus diperhatikan, syaratnya harus valid atau tepat tentang apa yang ingin diukur, itu dituangkan dalam butir-butir pertanyaan, dalam gabungan butir-butir pertanyaan itu ada paket tes, di dalam satu paket itu terdapat substansi, bahasa dan kontruksi, itu sudah memenuhi kaidah-kaidah asesmen.
“Dari instrumen yang dihasilkan, atau saat guru tidak sempat untuk membuat instrumen bisa saja mengambil dari bank soal apa saja yang bisa dijadikan sebagai instrumen asesmen,” jelasnya.
Pelaksaan asesmen, menurut Arsiah, ini membutuhkan waktu dan teknis pengadministrasian. Setelah itu barulah dilakukan analisis hasil asesmen, dimana menggunakan data kuantitatif yaitu data emperik butir soal yang akan digunakan sebagai bahan asesmen.
“Dari hasil analisis asesmen ini kita dapat memanfaatkannya sebagai apa?” katanya.
Jika asesmennya di awal (as Learning), sambungnya, guru dapat memberikan tes kepada siswa di awal pembelajaran, sehingga guru dapat mengetahui, dapat mendeteksi kemampuan siswa, tentang apa yang akan diajarkan selanjutnya.
“Jika KD yang lalu belum sampai, maka harus diulang,” tegas Arsiah.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru juga bisa menggunakan hasil asesmen ini saat sedang mengajar (for learning) guna memperbaiki pembelajaran. Jika dilakukan pada saat belajar mengajar, ini juga bermanfaat bagi siswa, karena mereka juga akan dapat merasakan kelemahannya dimana.
“Jadi siswa juga dapat memperbaiki dirinya bahwa dia belum menguasai apa yang diajarkan oleh gurunya,” katanya.
Kemudian pada akhir semester karena tujuannya adalah pencapaian kompetensi maka guru dapat memanfaatkan hasil asesmen ini sebagai asesmen of learning, di akhir semester.