PG Dikdas – Ujian nasional (UN) jenjang Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) menorehkan sejarah dengan ekspansi ujian berbasis komputer (UNBK) hingga mencakup 83% peserta (3.581.169) yang berasal dari 43.833 sekolah. Pada tahun 2019, tujuh provinsi telah menyelenggarakan UNBK jenjang SMP 100%. Sebanyak 22 provinsi menyelenggarakan UNBK jenjang MTs 100%, sedangkan ujian paket B terselenggara UNBK 100% di 33 provinsi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong agar hasil ujian nasional dapat menjadi data landasan perbaikan pembelajaran. Informasi hasil ujian nasional selama lima tahun terakhir (tahun 2015 sampai 2019) dapat diketahui oleh masyarakat melalui laman http://puspendik.kemdikbud.go.id/hasilun. Informasi yang ditampilkan cukup beragam, di antaranya gambaran umum capaian satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional yang dapat dilihat dari statistik umum.
Sedangkan informasi detail tentang capaian di setiap butir soal juga dapat dipelajari dari laman tersebut. “Informasi yang tersedia dapat menjadi refleksi atau umpan balik bagi pembelajaran di setiap satuan pendidikan serta landasan kebijakan berorientasi mutu,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Totok Suprayitno kala taklimat media UN SMP 2019, di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Setiap tahun, menurut Totok, hasil UN diberikan sampai level analisis capaian butir soal. Hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa kelemahan pembelajaran. “Peta diagnosa hasil UN di suatu zona, dapat digunakan untuk mengatur strategi peer teaching dalam satu zona. Peer teaching tersebut berguna untuk memperbaiki strategi pembelajaran di kelas,” terangnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano menjelaskan dengan dasar hasil nilai UN ini akan menggeser pola pelatihan guru. Jika sebelumnya pola pelatihan guru dilakukan secara umum dan massal. Tetapi mulai tahun ini akan diubah menjadi lebih fokus pada permasalahan atau kelemahan.
“Tentunya hasil UN akan kita jadikan rujukan bagi perbaikan proses pembelajaran. Dengan adanya hasil UN ini akan ditarik per zona, saya rasa akan lebih mudah melakukan intervensi peningkatan pembelajaran di kelas. Tentunya akan terjadi proses peer teaching yang baik dan kolaborasi,” tutur Supriano.
Dilanjutkan Dirjen GTK, saat ini modul-modul disiapkan berdasarkan kebutuhan di masing-masing unit-unit pembelajaran di setiap zona. “Bisa jadi di setiap zona akan berbeda modul pelatihannya. Di pelatihan ini kita berfokus kepada masalah yang ada,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono. Menurutnya para guru nantinya akan dibekali dengan unit pembelajaran.
“Nanti di MGMP, MGMP itu guru akan mendapatkan hasil analisa terhadap capaian skor UN dari anak-anak. Guru bisa melihat pada soal nomor berapa anak-anak itu mengalami kesulitan, kemudian dia ambil materinya dengan melihat unit pembelajarannya,” kata Praptono.
“Di situlah dengan MGMP yang dilaksanakan dengan sistem in, on, in, on yang setara dengan 82 jam pelajaran atau terakui dengan 2 kredit. Kita berharap dengan pendekatan MGMP bisa menjadi solusi para guru untuk dia meningkatkan mutu, kompetensinya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Yang ciri dari kegiatan pembelajaran itu inline dengan upaya menyongsong abad 21 dengan karakter yang penuh pemikiran kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif,” tambah Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Praptono.