GURU MENGHAMBA, MURID MERDEKA
Menjalani profesi guru pada masa sekarang ini memang dihadapkan dengan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi dan target kinerja yang tinggi sesuai dengan gelar yang melekat yakni pendidik profesional. Kinerja dan kompetensi guru sebagai penanggung jawab utama dalam transformasi peserta didik dari ketidakpahaman menjadi paham, dari ketergantungan menjadi pribadi yang mandiri, dari tidak memiliki semangat belajar menjadi fokus dan lebih semangat, dengan menciptakan kegiatan pembelajaran yang interaktif, guru juga harus menjadikan peserta didik berpengetahuan yang memiliki karakter, senatiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri dengan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupannya dengan kontrol sosial emosional yang baik dan yang terkini adalah guru harus memberikan pelayanan serta kegiatan yang berpihak kepada peserta didik, kalimat yang terkesan sangat sederhana, namun dalam maknanya, bahkan cenderung ada usaha yang lebih untuk mengimplementasikannya, bagaimana tidak? Kita mengutamakan kepentingan perkembangan peserta didik sebagai acuan utama. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru harus didasari pembelajaran yang fokus terhadap peserta didik terlebih dahulu, bahkan dalam satu bagian lagu atau mars andalan yang menjadi “mood booster” menuliskan lirik “menghamba pada murid“ , memang sempat menjadi perdebatan dikalangan guru, karena kata “menghamba” di dalam prespektif sebagian besar guru diasosiasikan dengan “ketidakberdayaan” seorang guru sebagai pendidik dalam kapasitas “memberi batasan-batasan” kepada peserta didik. Disisi lain, seolah-olah menginterpetasikan bahwa murid berada pada posisi “di atas” guru lebih mulia dari seorang guru.
Pertentangan berkenaan guru menghamba pada murid adalah sesuatu yang wajar, ketika belum adanya pemahaman secara komperhensif asal usul “menghamba” ini. Konsep menghamba pada anak merupakan sebuah gagasan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa dan tokoh pendidikan Indonesia dengan filosofi yang menggema hingga saat ini adalah ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Dalam konteks implikasinya harus mampu memahami dan memenuhi kebutuhan murid agar proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien dan menyenangkan tentunya. Latar belakang gagasan utama menghamba pada murid saat ini digemakan kembali tentu bukan tanpa alasan, karena fakta yang terjadi di lapangan, tidak sedikit ketika guru bersikap otoriter memaksakan kehendaknya dalam pembelajaran di kelas. Kelas terkesan kaku dan angker, murid nampak dalam tekanan, takut, sampai tidak ada keberanian untuk menyampaikan pendapat, alhasil mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan alhasil menjadi kosong tangki keilmuannya! Tentu hal tersebut bukan lagi pembelajaran yang memerdekakan tetapi pembelajaran yang meresahkan. menghamba pada murid juga dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa. Ketika guru mampu memenuhi kebutuhan peserta didik dan memberikan perhatian yang cukup, maka murid akan merasa dihargai sehingga terdorong untuk belajar dengan semangat yang lebih tinggi.
Penguatan tentang mennghamba pada murid agar bermakna konatati adalah menghamba juga bukan berarti guru tunduk dan menuruti keinginan murid tanpa batasan dan control yang jelas. Guru tetap harus menjalankan tugasnya sebagai pendidik, dengan memberikan bimbingan dan arahan yang tepat, serta mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang baik ditambah menyajikan pembelajaran yang menyenangkan.
Selain menyenangkan ada satu hal prinsip yang saat ini sedang digaungkan, yakni pembelajaran yang memerdekakan melalui kurikulum merdeka, yang dapat dimaknai guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri mereka secara maksimal. Guru harus banyak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi peserta didik untuk mengeksplorasi potensi dan minat mereka, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal, sederhannya, sebagai bentuk refleksi filosofi Ki Hajar Dewantara adalah bahwa murid bukanlah kertas kosongm namun telah Nampak samar-samar, jadi tugas kita sebagai guru semestinya mampu menebalkan laku dan menuntuk peserta didik sesuai apa yang dikehendakinya dan bakatnya. Namun, ada hal prinsip yang diingatkan oleh Ki Hajar Dewantara adalaah bahwa dalam menuntun kodrat anak harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah lingkungan alam tempat peserta didik berada baik itu kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Sedangkan kodrat zaman adalah perubahan dari waktu ke waktu. Pendidikan dapat diperoleh dimana saja, kapan saja dan dari siapa saja. Sekolah bukan satu-satunya tempat untuk memperoleh pendidikan. Merdeka belajar memberikan kebebasan kepada anak untuk berekpresi, berinovasi, berkarya dan berkolaborasi, dan yang terpenting jauh dari unsur paksaan dan ancaman hukuman. Hal ini lah yang hendaknya menjadi pembiasaan oleh seluruh guru agar membumi semua pemikiran filosofis KHD yang sangat bermanfaat hingga saat ini, meski awalnya terasa berat, bila dilandasi dengan niat, maka tidak ada kata terlambat untuk mencoba, dari terbiasa, hingga akhirnya membudaya, menjadi guru yang menghamba untuk murid yang merdeka.
Dimas Wihandoko | |
SD Negeri Paulan | |
Jawa Tengah, Kab. Karanganyar |